1830 Views |  Like

Bram

Age when it happend: sore
Where it happened: rumah Reni
Langauge: Indonesia
Sex: Male
Rating: 10
Category: Straight

Waktu itu hari sudah sore, sekitar jam empatan, ketika aku sampai di depan rumah No.83 di Jalan Rambutan, Kampung Melayu. Setelah sepanjang hari berkeliling untuk mengantarkan beberapa surat, rasanya lega juga tiba di rumah terakhir. Rumah dengan pagar tertutup tersebut nampak sepi dan pintu juga terkunci. Beberapa menit menggedor-gedor pagar belum juga penghuni rumah membukakan pintu. Saat surat hendak aku lempar ke ruang teras, ternyata pintu terbuka. Seorang gadis, berumur sekitar 23 tahun, dengan tergopoh menghampiri pintu pagar dan membuka grendelnya.
“Oh, tak perlu dibuka Dik,” kataku buru-buru, mengingat aku hendak langsung pulang dan ingin langsung istirahat di kontrakanku. “Ini terima saja suratnya.”
“Oh, Pak Pos, maaf tadi saya nggak kedengaran suara Bapak,” kata gadis itu dengan tetap membuka pagar rumahnya. Sepanjang hari baru kali ini aku dipanggil ‘Pak’ oleh seseorang, maklum usiaku sendiri sebenarnya baru 28 tahun dan masih bujang. “Terima kasih Pak sudah mengantar suratnya,” kata gadis itu lagi.
Surat itu aku serahkan kepadanya dan aku berbalik menuju motorku.
“Bapak istirahat dulu sebentar, saya sediakan minum Pak,” tiba-tiba gadis itu menghentikan langkahku. Setelah kupikir-pikir, boleh juga segelas es akan menyegarkan tubuhku yang sudah letih, lagipula tak ada lagi surat yang harus aku antar lagi. “Tidak apa-apa nih Dik, jadi merepotkan Adik…”
“Oh, nggak pa-pa Pak…” kata gadis itu sambil mempersilakan aku masuk ke teras rumahnya. Dia sendiri langsung masuk ke dalam dan hanya dalam 1 menit sudah muncul lagi dengan membawa segelas es jeruk untukku.
Saat dia membungkuk meletakkan gelas itu di meja, sekilas kulihat belahan buah dadanya yang montok. Tiba-tiba dadaku berdesir, entah kenapa aku jadi salah tingkah. Bukannya aku berterima kasih, malah mataku mengikuti gadis itu ketika ia kembali berjalan ke dalam rumah. Aku baru menyadari bahwa ternyata dari tadi sang gadis hanya memakai daster pendek tanpa lengan. Paha mulusnya terlihat jelas dan pantatnya terbentuk oleh dasternya yang ketat.
Entah bagaimana mulainya, muncul pikiran yang aneh-aneh menyergap benakku. Gadis ini sudah pasti sendirian, pikirku, rumah ini ada garasinya, namun sama sekali tak ada kendaraan di sana. Aku tak mendengar suara orang lain di dalam rumah. Aku sedikit melongok ke luar pagar, lingkungan sekitar juga sangat sepi. Tak ada orang maupun tetangga yang lalu lalang.
“Bapak mau minum lagi?” suara gadis itu membuatku terkejut.
“Oh, tidak Dik…” kataku buru-buru. Bahkan gelas itupun belum sempat aku sentuh. Tiba-tiba aku berani bertanya, ”Adik sendirian di rumah?”
”Iya, Pak, keluarga sedang ke Semarang mengunjungi saudara yang sedang sakit. Mungkin malam ini pulang”
”O…” aku menatap tajam daster kuning transparan gadis itu. Sangat terlihat jelas warna bra dan CD berwarna hitamnya. Setelah meneguk habis jus jeruk tersebut aku berkata, ”Dik, boleh saya numpang ke toilet?”
”Silakan Pak, Bapak masuk saja ke dalam, toilet ada di sebelah kiri”
Saat aku melangkah masuk, sempat kuperhatikan dasternya sekali lagi. Aku masuk kamar mandi saat dia sudah di dapur membereskan gelas es jeruk. Sengaja pintu tidak aku tutup rapat-rapat. Aku membuka celana dan celana dalamku. Bukan hanya itu, baju dalam dan baju kerjaku juga kubuka. Aku telanjang bulat di kamar mandi.
”Maaf Dik, saya numpang buang air besar gak apa-apa ya…” kataku dengan suara sengaja agak dikeraskan.
”O, silakan Pak…”
Kamar mandi tersebut mempunyai kloset jongkok yang persis menghapa pintu. Pintu yang sedikit terbuka itu langsung berhadapan dengan dapur di mana gadis itu sedang mencuci gelasnya. Aku pura-pura jongkok di atas kloset.
”Eh, Pak… kok pintunya nggak ditutup sih,” gadis itu berkata kepadaku, sudah pasti. Kepada siapa lagi dia berkata, karena memang tidak ada siapa-siapa selain kami.
”O, iya, bener…” Aku berdiri ke arah pintu. Jelas kulihat gadis itu sempat melihat ke arahku. Menurut perhitunganku, dari posisi gadis itu berdiri, sudah pasti dia akan melihat tubuhku keseluruhan. Kulihat matanya tak lepas dari tubuhku bagian tengah. Seperti tak menyiakan kesempatan, aku membuka pintu kamar mandi lebar-lebar dan gadis itu diam terpana tanpa melepas pandangannya ke arahku. Lama kami berdiam masing-masing di tempat kami berdiri.
”Bagaimana kalau yang ditutup pintu yang sana?” tanyaku sambil menunjuk pintu rumah. Seperti terhipnotis, gadis itu melangkah ke arah pintu rumah sambil mundur tanpa sekalipun melepaskan pandangannya ke arah tubuhku. Dalam waktu beberapa detik dia sudah menutup pintu rumah dan berdiri bersandar di pintu tersebut.
”Boleh…?” aku hanya berkata satu kata. Gadis itu pelan mengangguk.
Ketika aku mendekat, tubuh gadis itu mulai bergetar, entah takut atau apa, aku tak tahu. Saat aku mulai memegang pinggangnya, dia diam saja. ”Sudah pernah?” tanyaku.
”Belum…”
”Tapi mau?”
Belum dia menjawab aku sudah menutup mulutnya dengan mulutku. Kerakusanku benar-benar tak bisa ditutupi lagi. Tanganku mulai meremas-remas payudaranya dengan buas sampai-sampai terdengar suara tertahan dari gadis itu. Dengan cepat kurasakan penisku sudah ada di genggaman tangan kirinya. Kurasakan genggaman yang erat dan agak kasar. Di sana, tangannya mulai menarik-narik penisku. Aku hampir tak percaya kalau gadis ini belum pernah melakukan hal ini sebelumnya.
Gadis itu mendorong tubuhku ke sofa terdekat. Aku telentang jatuh dengan kaki mengangkang tepat di hadapannya. Dia meraih lagi penisku dan dengan buas mulai mengulum dan menjilatinya seperti menjilati es krim. Lama sekali dia mempermainkan penisku dengan mulutnya. Sepertinya dia puas melakukannya. Hanya dalam waktu kurang dari lima menit, karena tak tahan menahan nafsu, spermaku muncrat dari penis menimpa pipi gadis itu. Gadis itu sempat terkejut dan dia diam sebentar memperhatikan penisku seperti seorang peneliti sedang meneliti objak penelitian.
”Maaf,” kataku, ”aku tak tahan Dik…”
Gadis itu melangkah menuju sofa berseberangan dengan sofa di mana aku terlentang, dan dia duduk di sana. Aku bangkit duduk persis di hadapannya tanpa perlu lagi menutupi apapun.
”Benar Adik belum pernah melakukan hal ini sebelumnya?” tanyaku.
Dia seperti gugup. ”Sebelum Bapak datang, tadi saya baru saja menonton DVD porno Pak…”

”Ya, seperti inilah alat kelamin laki-laki…” kataku sambil berdiri menunjukkan penisku yang sudah melemas. Perlahan aku dekati gadis itu untuk lebih jelas melihat alat kelaminku. ”Silakan di pegang lagi…”
Dengan ragu dia mulai memegang lagi. ”Sudah lemes tapi masih panjang ya Pak…” komentar dia. Penisku lalu sekali lagi dipermainkan oleh tangan langsing sang gadis. Karena sisa sperma masih menempel di batang penisku, sementara tangan sang gadis mulai maju mundur, maka perlahan namun pasti, penisku mulai tegang lagi.
Tanganku tak bisa tinggal diam. Dengan sigap, aku meraih dasternya dan mulai mendoronya ke bawah. Daster yang sungguh simple, batinku. Segera saja kulihat dia hanya pakai bra dan CD hitamnya. Tanpa permisi lebih dulu, tanganku melingari badannya untuk membuka bra gadis itu. Sungguh menakjubkan apa yang terlihat di depanku. Sepasang buah dada ranum, montok dan menggairahkan. Tanpa pikir panjang lagi, aku menarik celana dalam hitam itu dengan sangat cepat dan buru-buru. Sekarang sang gadis benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Aku sekali lagi berkata, ”mau?”
Karena posisi gadis itu aku buat mengangkang, maka dengan mudah aku memasukkan penisku ke vaginanya. Seperti binatang buas menerkam mangsanya, aku maju mundur menggagahi gadis itu. Rintihan-rintihan gadis itu terdengar jelas di telingaku. Aku yakin dia merintih nikmat dan sama sekali tidak menyesali apa yang telah terjadi. Ada sesuatu yang aneh di sana. Aku yakin dia sudah tidak gadis lagi. Tapi aku terus beraksi seperti orang kesetanan. Setengah jam itu benar-benar kenikmatan yang tida duanya sehingga kami lupa mengubah posisi kami. Sampai aku hampir memuncratkan spermaku posisi tubuhku masih bergoyang di atas gadis itu. Karena sudah tak bisa tertahan lagi, aku mencabut penisku dan memuncratkan spermaku ke dada sang gadis. Kali ini spermaku hanya seperti cairan air saja.
Kemudian aku duduk lagi di sofa seberang.
Kami saling tatap beberapa menit.
“Sudah ya, abang mau pulang…” tak sengaja aku memperkenalkan sebagai abang. “O, ya, namaku Bram…”
“Namaku Reni, Bang Bram…”
Aku berdiri dan berjalan melewati Reni yang masih duduk setengah terkapar di sofa dan melintas menuju kamar mandi. Tanpa menutup pintu, aku mengguyur tubuhku dengan air, seluruhnya. Setelah membasuh tubuhku dengan sabun dan membilasnya lagi, aku berkata, “Ren… samphomu mana?”
Reni menghampiriku dan ikut masuk ke kamar mandi. Dia memberiku samphonya sambil meraih gayung dan mulai mengguyur tubuhnya dengan air. Dia mandi di depanku sementara aku mencuci rambutku dengan samphonya. Dia membasuh tubuh putihnya dengan sabun dan mulai keramas.
“Kamu tidak menyesal?” tanyaku basa-basi. Aku yakin, kami berdua sadar menikmati dan puas telah melakukannya.
“Nggak…” Reni tetap mengguyur tubuhnya dan sesekali membasuh buah dada maupun vaginanya. “Aku sudah nggak perawan kok…”
Seperti tidak terkejut, aku meraih handuk dan mengelap tubuhku. “Waktu itu sama siapa?”
“Aku lupa dan tak tau rasanya…” Reni diam sesaat tapi kemudian melanjutkan. ”Waktu kecil aku pernah diperkosa oleh ayah tiriku… Aku tak tau bagaimana rasanya, tapi aku tau sejak saat itu aku nggak perawan lagi”
Aku diam dan melangkah keluar sambil membawa seluruh pakaianku. Sambil memakai baju aku melihat Reni masih mandi tanpa pintu tertutup.
”Aku juga sering mengintip ayah tiriku tidur dengan ibuku… Entahlah, mungkin sudah ratusan kali… Aku hanya penasaran, bagaimana rasanya begituan, karena waktu diperkosa aku tak ingat rasanya… Hanya sakit di selangkangan saja…”
”Kamu mau menikah denganku?”
Dia menolehku dan menghentikan tanggannya. ”Enak aja… Nggak lah… Tapi terima kasih sudah memberiku pengalaman tak terlupakan… Yang tadi benar-benar aku nikmati kok…”
Saat Reni sudah selesai mandi dan mulai mengusap handuknya, aku sudah dalam keadaan rapi. Aku mengambil tisu yang ada di dapur dan tanpa diperintah aku membersihkan sisa spermaku yang berceceran di sana-sini.
Setelah selesai, Reni memakai daster yang tadi. Aku mengemasi barang-barangku dan pamitan pulang dan dia mengantar sampai di pintu pagar. Reni mengantarku sampai pintu pagar rumahnya. Kunyalakan sepeda motorku. Reni mulai menutup pintu pagar saat perlahan motorku berjalan menjauhi rumah Reni. Aku sempat berpapasan dengan sebuah mobil Panther. Kuhentikan motorku karena penasaran. Di ujung pertigaan aku memperhatikan Panther itu berhenti di depan rumah Reni. Kulihat Reni membuka pintu pagarnya dan dari mobil itu keluar beberapa orang. Seorang laki-laki setengah baya dan tiga perempuan yang berbeda umurnya. Aku yakin itu Papa dan Mama Reni dan adik-adiknya. Reni mencium tangan papa tiri dan mamanya. Ketika mereka semua sudah masuk rumah, Reni menutup pagar rumahnya dan sempat menengok ke arahku. Dari balik helmku, entah Reni tahu atau tidak, aku tersenyum kepadanya. Dalam batin aku berkata, ”Seandainya engkau mau menikah denganku Ren… ” Tapi aku sadar, siapalah aku…

Processing your request, Please wait....
  • 0 - very bad experience 10 - very great experience