4405 Views |  Like

azlan

Age when it happend: 20
Where it happened: umah nenek
Langauge: malay
Sex: Male
Rating: 8
Category: Straight

Kisah Cinta 1
Perkenalkan namaku Azlan. Kenapa namaku seperti itu? Dan Ini ceritanya.Aku
akan menceritakan secara singkat saja.
Aku adalah anak bungsu, dilahirkan pada bulan September tahun 1967 di kedah.
Kedua orang tuaku berasal dari kedah. Bapakku adalah seorang tukang kayu
dan saat aku dilahirkan, beliau bekerja di Kilang Plywood. Tetapi malang terjadi
dan bapakku yang tak tahu apa-apa ikut ditukarkan ke Kangar, Tinggallah ibuku
yang sedang hamil tua mengandung aku dan kakakku. Akhirnya kakakku
diberikan kepada salah seorang Pegawai Tentera sementara ibuku bekerja di
kilang padi.
Saat ibuku bekerja, tiba-tiba perutnya sakit dan tanpa sempat dibawa ke hospital
ataupun kelinik, maka lahirlah aku di kilang padi tersebut dengan ditolong oleh
beberapa pekerja. Aku diberi nama Azlan, sesuai dengan kondisi dan situasi saat
itu. Oleh Mandor kilang tersebut, ibuku ditolong dengan bekerja sebagai
pembantu rumahnya , selama kurang lebih 8 bulan. Disebabkan Pak Mat, adik
dari mandor tersebut yang tinggal di Penang memerlukan pembantu, maka ibuku
dimintanya dan disuroh ke Penang untuk menjadi pembantu di rumah Pak Mat.
Jadilah aku, kakakku dan ibuku hijrah ke penang pada bulan Julai 1969 di rumah
Pak Mat di Tanjung Bungah.
Pak Mat adalah seorang Pegawai Tentera. Tetapi pada tahun 1973, Pak Mat
meninggal dunia karena sakit. Isteri Pak Mat, Mak Salbiah memutuskan untuk
kembali ke Johor Baharu sedangkan anak-anaknya karena sudah berkeluarga
semua akan tetap di Kuala Lumpur dan masing-masing sudah ada pembantu.
Akhirnya Mak Salbiah memberi ibuku wang yang cukup sebagai modal untuk
berniaga. Kerana usia kakakku yang sudah 7 tahun lebih dan harus sekolah,
maka kakakku diberikan kepada saudara bapakku yang bekerja sebagai
Pegawai Daerah.
Akhirnya ibuku menyewa rumah di negeri Kedah dekat Pasar malam, dan
membuka warung tembakau kecil-kecilan di pinggir jalan . Jarak antara rumah
sewaku dengan warung kira-kira 500 meter.
Rumah sewa itu milik orang Penang, ada 3 pintu, masing-masing ada dapur, 1
bilik tidur dan ruang tamu. Lantainya masih tanah. Perigi dan bilik mandinya
hanya satu di belakang dipakai bersama-sama. Letak rumah tersebut di tengah
kebun rambutan jauh dari jiran tetangga. Sedangkan pemilik rumah, rumahnya
cukup jauh sekitar 3 kilometer. Masih sangat kuingat bahwa kami hanya tidur di
atas kayu beralaskan tikar mengkuang tanpa selimut, pinggan makan hanya dua
biji itupun dari pemberian jiran sebelah, radio 2 band AM dan SW1, tak punya
almari pakaian. Pakaian kami hanya diletakkan di bawah tikar tempat tidur agar
terlihat rapi. Rumahku letaknya di tengah.
Tetangga kiriku seorang tukang kayu yang kerjanya tidak tetap, sedangkan
istrinya menjual sayur. Anaknya hanya seorang perempuan namanya Mazni.
Umurnya saat itu baru 5 tahun, lebih muda 1 tahun dariku. Anaknya hitam manis.
Sedangkan sebelah kananku adalah Mak Piah yang bekerjanya di kedai pakaian
. Umurnya sekitar 20 tahun. Putih, cantik dengan rambut panjang dan berlesung
pipitnya.
Aku dan Mazni sangat rapat bagaikan saudara kandung. Itu disebabkan kami
sering main bersama, makan bersama, mandi bersama bahkan tidur siang pun
kekadang kami bersama. Mungkin sulit membayangkan bagaimana anak sekecil
kami sudah harus mengurus diri sendiri. Tapi keadaanlah yang memaksa kami
demikian.
Tahun 1979, aku sekolah di Sek Men di Negeri kedah yang letaknya kurang lebih
1 km dari rumah yang disewa dengan jalan kaki melalui sawah dan kubur. Ke
sekolah dengan tidak berkasut adalah hal yang biasa pada saat itu. Begitu pula
aku. Setiap hari sepulang sekolah aku ke warung ibuku untuk membantu,
terkadang harus menghantar barangan jualan ke pasar. Sehingga waktu untuk
bermain sangat sedikit. Hubunganku dengan mazni makin dekat saja karena
kalau siang kami tak ada teman bermain. Hanya aku dan mazni. Teman
sebenarnya banyak, hanya karena kami dari keluarga miskin, kami agak
ketingalan dan kawan-kawan kami pun seperti tidak mahu berkawan dengan
kami.
Tapi dalam halpelajaran sekolah, aku sama sekali tidak pernah ketinggalan. Aku
selalu bersyukur, walaupun buku pelajaranku selalu pinjam dari kawan yang satu
kelas denganku dan belajar dengan lampu minyak tanah, aku bisa sejajar
dengan temanku yang lain. Bahkan aku selalu masuk dalam kategori 10 yang
terbaik. Hal itu berlangsung terus sampai aku tingkatan 2. Hingga pada suatu
saat ketika aku berumur 13 tahun. Aku telah selesai membeli keperluan warung
untuk esok hari. tembakau, pisang, ubi, , minyak tanah, minyak kelapa dll. Oh ya,
ibuku selain menjual tembakau, juga jualan pisang goreng, , kacang goreng,
kopi, teh dll.
Saat aku sedang istirahat, karena siangnya aku harus sekolah, aku mendengar
suara erangan dari kamar sebelah kanan. Seperti orang menangis tapi bunyinya
aneh.
“Kenapa Mak Piah ya…. apa sedang sakit perut?” pikirku.
Oh ya Mak piah sekarang sudah janda. Suaminya meninggal kemalangan kereta
2 tahun yang lalu saat usia perkawinan mereka sekitar 6 bulan.Penasaran kuintip
lewat celah-celah bilik tidur. Aku kaget! Penasaran, pelan-pelan kubesarkan
lubang mengintipnya, nah semakin jelas. Ternyata Mak Piah sedang
bersenggama dengan lelaki yang tak kukenal. Mak Piah posisinya berada di atas
lelaki itu. Kepalanya mengadah ke atas.Karena posisi mengintipku dari samping,
maka yang kelihatan hanyalah payudara Mak Piah saja. Payudaranya kurasa
cukup besar dan masih kencang itu berguncang-guncang. Mungkin karena Mak
piah janda yang belum punya anak, jadi payudaranya masih bagus. Umur Mak
Piah saat itu sekitar 21 tahun.
“Aduuhh.. shh.. sshh.. ooohh.. ooohh..” rintih Mak Piah.
Lelaki itu memegang pinggang Mak Piah, sedangkan pantatnya bergoyanggoyang.
Aku yang baru pertama kali melihat adegan itu secara live (walaupun
cerita tentang hal itu sering kudengar dari teman-teman) membuatku makin
berdebar. Aku terus mengintip sementara tanpa kuperintah kemaluanku
menegang keras. Kulihat frekuensi naik turun Mak Piah semakin cepat sambil
mulutnya bicara yang tidak jelas. Lalu tiba-tiba Mak Piah mengeram panjang.
“Aaaa.. aaachchch.. hhuuu..” dan terlihat dia tergeletak lemas di atas laki-laki itu.
Pelan-pelan aku turun dari meja dengan kaki yang gemetar.
Siang itu aku di sekolah banyak termenung , sehingga teman-temanku banyak
yang bertanya kenapa aku ini, kujawab saja aku sedang tidak enak badan.
Mungkin masuk angin.
Semenjak saat itu setiap ada suara-suara desahan dan kesempatan aku selalu
mengintip aktiviti Mak Piah. Mak Piah cutinyer tidak tentu. Terkadang Isnin,
kadang Selasa atau hari-hari yang lain. Jadual desahan itu hampir bersamaan
iaitu sekitar jam 10 pagi sampai jam 12 tengahari.Yang kuherankan, lelaki
pasangannya sering berganti-ganti.
Akhirnya aku tahu kalau Mak Piah itu biasa tidur dengan lelaki yang mau
membayarnya. tidak hairan ler seorang penjaga kedai pakaian punya TV serta
perabotnya lengkap dan bagus. Mungkin awalnya Mak Paih biasa dibawa ke
hotel-hotel tapi karena dianggapnya rumah sewanyer sepi, maka Mak Piah
memutuskan main di rumah sahaja.
Karena sudah beberapa kali aku melihat Mak Piah melakukan senggama,
akhirnya aku tahu cara-caranya. Pertama mereka saling cium, saling raba, saling
remas, saling hisap lalu melakukan persetubuhan dengan pelbagai posisi. Aku
tahu bentuk vagina Mak Piah yang berbulu lebat. Itulah yang membuatku
mempunyai perasaan lain setiap melihat kawan dekatku, si Mazni.
Mazni kini umurnya sudah 12 tahun, sudah darjah 6. Kami sekolah di tempat
yang sama. Sama-sama sekolah pagi. Dia sekarang jauh lebih putih daripada
dulu. Hal-hal yang tadinya tidak begitu kuperhatikan pada Mazni akhirnya
kuperhatikan. Wajahnya yang bujur, hidungnya yang agak mancung, giginya
yang putih, bibirnya yang merah alami, alisnya yang cukup tebal, rambutnya
dipotong pendek ternyata semuanya dapat dinilai. Dadanya bagus tidak terlalu
besar.
“Kenapa baru sekarang aku perhatikan nya. Kenapa tidak dari dulu?” pikirku.
Mungkin karena aku terlalu sibuk dengan urusanku, keluargaku, sekolahku.
Padahal aku sering mengajarkan Matematik dan Sejarah kepadanya.
Suatu ketika, sewaktu kulihat ada Mak Piah di rumah sedang menerima tamu,
kira-kira jam 10, aku tahu apa yang akan terjadi. Setelah mereka masuk bilik,
kupanggil Mazni. Waktu itu dia sedang menbasuh beras.
“Mazni, sini jab. Mau lihat yang bagus tak?” kataku. “Lihat apa?” dia tanya balik.
“Semestinya bagus ..” ajakku sambil membimbing tangannya. Sementara dia
sedang jongkok, sekilas terlihatlah celana dalamnya yang berwarna putih di
antara pahanya yang mulus. Pikiranku langsung bercelaru.
“Seperti apa ya isinya? Apa masih seperti dulu?”pikirku. Karena sejak umur 8
tahun kami tak pernah mandi telanjang lagi. Malu katanya. Saat dia bangun,
dadanya sempat tersentuh lenganku. Lunak dan lembut. Waahh, makin
bercelaru aku. Setelah menyimpan bakul beras di rumahnya, dia pun masuk ke
rumahku melalui pintu belakang.
“Sssttt.. jangan bising ya..” kataku sambil menempelkan telunjukku ke bibirku.
“Kenapa?” tanyanya. Aku dekatkan bibirku ke telinganya.
“alih kalendernya, di situ ada lubang. Cuba lihat ada apa..” bisikku.
Sementara itu sudah ada suara desahan-desahan halus dari bilik sebelah. Dia
naik dimeja perlahan-lahan. Ditolaknya kalender dan mulai mengintip. Reaksi
pertamanya adalah kaget dengan muka merah menatapku.
“Ada apa?” tanyaku berlagak bodoh.
“Mereka sedang buat apa?” tanyanya.
“Aduuhhh.. Mazni belum ngerti atau pura-pura ..” kata batinku.
Aku langsung mengambil kesimpulan sendiri kalau Mazni itu sama seperti aku
dulu. Tidak tahu apa-apa tentang seks.
“Cuba kamu lihat terus. Aku tidak mengerti makanya kupanggil kamu. Karena
aku sudah pernah lihat tapi aku tidak tahu..” jawabku pura-pura bodoh.
Akhirnya Mazni mengintip lagi. Selama Mazni mengintip, kuperhatikan dia dari
belakang agak ke kanan. Dia memakai daster tipis dengan lubang lengan yang
agak lebar. Aku bisa melihat bulatan payudaranya yang tertutup kaos dalam
agak longar. Agak mengembung, putih, putingnya agak samar-samar karena dari
samping. Kulihat pinggangnya agak ramping, bongkahan pantatnya yang cukup
besar untuk anak seusianya. Sementara garis celana dalamnya terlihat jelas di
balik dasternya yang biru tipis.
Nafas Mazni kudengar makin cepat dan badannya agak gemetar. Cukup lama
kira-kira 20 menit, sampai terdengar erangan panjang dari kamar sebelah.
Akhirnya Mazni duduk di didepanku. Wajahnya merah padam. Waahh.. makin
cantik saja Mazniku ini.
“cam mana Mazni?” tanyaku. “tak tahu .. ah.. aku mau masak..!” sahutnya sambil
berlari keluar.
“Dia kenapa ya..?” soal batinku. Setelah itu aku buat adunan kueh, memotongmotong
pisang, merebus ubi, lalu pergi mandi. Saat sedang berjalan ke kamar
mandi, aku sempat melihat Mazni sedang termenung di depan rumahnya. Pasti
gara-gara mengintip tadi.
“haiyoo.. ngelamun. nanti kemasukan setan tauuu. Mau sekolah ker tidak?”
tanyaku.
Dia rupanya terkejut saat kutanya begitu.
“Eh.. oh. lan pegi ler dulu. Aku menunggu nasi nich.. Nanti aku menyusul..”
sahutnya. Dia selalu memasak sebelum berangkat sekolah supaya kalau ibunya
pulang dari menjual sayur, makanan sudah ada. Tinggal goreng lauknya saja.
Kalau aku, pagi setelah minum teh, kubuka warung dan ibuku memasak setelah
itu ibu ke warung, lalu menuliskan apa-apa yang perlu dibeli di pasar. Sepulang
dari pasar kupersiapkan bahan-bahan untuk pisang goreng lalu dibawa ke
warung.
Aku selalu belajar di malam hari. Baik home work maupun pelajaran untuk esok
harinya. Selesai mandi aku ganti baju. Siap-siap mau sekolah. Kupakai
sepatuku. Melihat sepatu itu aku tersenyum sendiri. Sepatu itu adalah hasil jerih
payahku mengumpul dan menjual kelapa (nyior) dan menjualnya ke kedai yang
tak jauh dari rumahku. Setelah selesai membungkus barang yang mau dibawa
ke warung, aku teriak pada Mazni.
“Mazniii.. jom ..! Nanti terlewat..” teriakku.
“Sebentaaarrr.. Mazni tengah pakai kasut..” sahutnya.
Tak lama Mazni keluar. “Woww hari ini tambah cantik ya..” kata batinku. Selama
dalam perjalanan ke sekolah, Mazni banyak diamnya dibandingkan hari-hari
sebelumnya. Biasanya dia cerita tentang keadaan pasar dimana dia membeli
sayur untuk dijual oleh ibunya (dia kepasar jam 4 pagi, pulangnya jam 6 pagi.
Setelah ibunya pergi menjual sayur, dia tidur sebentar).
“Mungkin karena pengalaman mengintip tadi..” kata batinku.
Pulang sekolah pun dia banyak diamnya.
“Kenapa dengan Mazniku ini..” kata batinku. Sementara aku singgah di warung
untuk bantu ibu, dia langsung pulang seperti biasanya. Malam harinya, saat aku
sedang belajar, Mazni datang menghampiriku.
“Lan , ajar Mazni soalan yang ini ..” pintanya sambil membawa buku Matematiknya.
“Sebentar ya Maz i selesaikan home work dulu..” jawabku.
Setelah aku selesai, aku tanya apa home work -nya. Ah, ternyata hanya soalan
mudah saja. Itu soalan mudah bagiku. Kujelaskan panjang lebar tentang hal itu.
Dia memperhatikan dengan kusyuk. Memang si Mazni itu termasuk anak yang
pintar. Dia cepat menangkap apa yang kuterangkan. Mungkin guru di sekolah
terlalu cepat mengajarnya atau kurang biasa memberi contoh yang dapat
difahami.
Selama aku menjelaskan, Mazni sering memandangku. Aku dapat melihat jernih
bola matanya walaupun ruangan hanya diterangi dengan lampu minyak. Setelah
jelas dengan keteranganku, dia mulai mengerjakan home work-nya. Tak lama
kemudian dia selesai dengan home work-nya dan kuperiksa ternyata betul
semua.
Mulailah kita bersembang macam-macam. Kami memang jarang sekali
menonton tv. Karena harus menunggu Mak Piah pulang kerja sekitar jam 9
malam terkadang lebih, Ibuku sudah tidur sejak selesai sholat Isya. Begitulah
cara ibuku untuk menjaga kesihatan tubuhnya setelah seharian bekerja di tepi
jalan. Penyakit ibuku paling-paling hanya masuk angin. Setelah aku sapu minyak
dan picit sudah sembuh.
Begitu pula dengan ibu si Mazni. Bapak si Mazni saat ini sedang bekerja kontrek
membuat rumah di perak dan akan pulang 1 bulan sekali. Oh.. bapak si Mazni
asalnya dari perak, sedang ibunya dari kedah.
Setelah sembang punya sembang, akhirnya sampai ke topik apa yang kita intip
tadi siang. Ditopik ini aku merasakan penisku mulai mengeras. Apalagi Mazni
sering memandangku dengan pandangan yang terasa lain dibandingkan
kemarin.
Dia bertanya, “Lan, apa ya. yang dirasakan Mak Piah tadi siang ..? seperti
kepedasan, seperti nangis.. tapi sepertinya Mak Piah sangat menikmati yaa..”
“Waahh kalau itu Lan tidak tau.. sebab Lan belum pernah .. mana Lan tau..”
jawabku.
“Tapi sewaktu Maz ngintip tadi, susu dan anu Mazni jadi gatal. nak garu Mazni
malu ada Llan.. akhirnya Maz pulang. Terus Maz terkencing, dan sewaktu basuh
rasanya enaaak sangat..” sahutnya.
Si Mazni menyebut kelaminnya dengan sebutan “anu”.
“Terus Maz jadi bingung .. perasaan itu baru pertama kali Maz rasakan..”
sambungnya. Memang aku dengan Mazni kalau bersembang sudah tidak ada
batas apa-apa. Kami berdua selalu sembang apa adanya. Aku jadi bingung mau
jawab apa. Tiba-tiba Mazni menyandarkan kepalanya ke bahuku. Ini pertama
kalinya karena biasanya hanya tangannya saja yang ke bahuku.
“Kenapa ya.. sepertinya Maz merasa dekaatt sangat dengan Lan. Padahal Lan
bukan ada apa-apa dengan maz.”
“Laaa.. Maz kan sudah Lan anggap adik Lan. Jadi elok kalau maz dekat dengan
Lan.” sahutku.
“Lan sayang tak kat mazni?” tanyanya sambil memandangku.Wajahnya sangat
dekat denganku. Dapat kurasakan hembusan nafasnya yang wangi. Aku tak
berani menegok ke arahnya.
“Ya.. tentu sayang . dengan adik tentu ler sayang,” jawabku.
“Lan, Maz nak tanya ya.. tapi Lan jangan marah ya.”
“Tanya apa? Aper Lan pernah marah dengan Maz?” tanyaku.
“Kalau Lan lagi ngintip Mak Piah, apa yang Lan rasakan?” tanyanya.
Waaahhh.. Pertanyaannya makin menjurus nich.
“Lan juga merasakan anu Lan mengeras sendiri.” kataku. Aku menyebut penisku
dengan “anu juga”.
“Lannn kalau bercakap tu lihat ke arah Maz lerrr.. jangan lihat keluar,” katanya
sambil menarik lenganku ke dadanya. Lenganku merasakan daging lunak dan
hangat di balik dasternya.
“Apa si Mazni tidak memakai Baju dalam ke?” kata batinku. Aku menengok ke
arah Mazni sambil memegang dadanya
“Laaaa.. naper Mazni tidak pakai baju dalam?” tanyaku.
“Baju dalam Mazni basah semua Lan.. Nanti kalau Mazni pakai takut masuk
angin,” sahutnya. Saat aku memandang Mazni, jarak wajahku dan wajahnya
sangat dekat sekali. Entah siapa yang meminta atau memulai, aku mencium pipi
kirinya. Wangi. Dia mendesah pelan,
“Hmmm.. aaahhh..” Kucium pipi satunya, keningnya, matanya, hidungnya.
Desahannya makin keras.
“Hmmm.. aaahh.. Lannnn.” desisnya dengan bibir sedikit membuka. Kukecup
bibirnya, dia diam saja tak ada reaksi apa-apa. Lama-lama dia pun membalas.
Kami hanya berciuman bibir ke bibir saja. Maklum lah .. masih belum
berpengalaman lagi. Tanganku masih memeluk di punggungnya. Belum tahu
harus berbuat apa. Tiba-tiba dia melepaskan pelukannya dengan wajah yang
merah padam dan berkata,
“Lannnn.. Mazni sayaangg sangat dengan Lan. Lan sayang tak dengan Maz?”
tanyanya.
“Laaa.. tadi kan Lan dah cakap kalau Lan juga sayang ,” sahutku.
“Lannn.. tadi waktu Lan pegang susuku, rasanya enaak sekali.. habis sewaktu
cerita-cerita tadi susu sama anu Mazni jadi gatal lagi,” sahutnya. “anu Lan
sekarang keras tak?” sambungnya.
Tiba-tiba tangannya memegang penisku dari luar. Memang saat itu aku hanya
memakai seluar dalam dengan kain pelikat saja. Aku terkejut setengah mati.
Langsung kutepis tangannya.
“Huusss jangan. Tidak sopan..”kataku.”Udah sekarang kamu pegi tidur sudah
malam. Besok kamu kan harus ke pasar. Nanti terlewat..”kataku lagi.
Akhirnya Mazni pulang.Tapi sebelum pulang Mazni mencium pipi kananku.
“Maz sayang Lan,” katanya singkat. Sepulangnya Mazni, segala macam
perasaan berkecamuk di dadaku. Ada perasaan apa antara aku dan Mazni? Apa
ini yang dinamakan cinta? Kalau cinta, berarti kita akan pacaran seperti cerita
kawan-kawanku di sekolah? Tanpa kusedari akhirnya aku tertidur dan
dibangunkan ibuku keesokan harinya.Keesokan harinya, sepulang dari pasar,
aku bingung kemana si Mazni ya? Biasanya setiap aku pulang dari pasar, dia
sedang mencuci baju di perigi . Aku masuk ke rumahnya dari pintu belakang,
melewati dapur terus ke kamarnya. Ternyata dia sedang tidur, masih memakai
daster yang semalam. Mungkin masih ngantuk karena tidurnya terlambat tadi
malam pikirku. Ketika aku akan meninggalkan kamarnya, dia menggeliat. Kaki
kanannya menekuk ke samping sedang kaki kirinya lurus. Maka terpampanglah
kemaluannya yang masih terbungkus seluar dalam nilon nipis warna cream.Aku
berdebar melihat hal itu, kudekati dia. Wajahnya tampak damai sekali. Dadanya
yang sedikit membusung itu turun naik dengan teratur. Sepertinya dia nyeyak
sekali. Makin ke bawah kulihat pahanya yang putih mulus, makin berdebar aku
rasa. Kuperhatikan dengan saksama vaginanya yang sedikit menggembung di
selangkangnya. Ada garis samar-samar melintang dari atas ke bawah. Bulu-bulu
halus nipis membayang. Kuelus perlahan-lahan. Terasa ada alur melintang.
Kugesek-gesek perlahan takut dia bangun. Aku dekatkan wajahku ke sana. Ada
aroma yang khas sekali, kucium perlahan. Baunya tak bisa aku gambarkankan
tapi yang pasti segar sekali.Kutempelkan hidungku, kutarik nafas dalam-dalam.
“Aaahh.. segar sekali..” Berkali-kali kulakukan itu sampai kudengar dia
mendesah.
“Aaahhh…” Aku terkejut langsung undur. Tapi dia tidak bangun . Aku jadi sedikit
mengerti mengapa lelaki yang tidur sama Mak Piah suka menjilati kelaminnya
Mak Piah. Menjilat? Apa tidak kotor. Tak terasa penisku mengeras. Aku betulkan
posisi penisku karena miring kanan.Setelah beberapa saat, aku beralih ke
dadanya. Kuperhatikan ada tonjolan samar di puncak bukitnya. Kupegang
susunya perlahan-lahan, kubelai-belai, kucium dari luar dasternya.
“Aaahh..” baunya pun segar. Kuulangi bergantian kiri dan kanan. Lama-lama
tonjolannya semakin keras? Kenapa? Tiba-tiba dia menggeliat. Aku terkejut
sekali. Refleks kugoyang-goyangkan badannya.
“Maz.. Maz. banguuunnn.. sudah membasuh ker beluuumm?” kataku supaya dia
tidak curiga. Dia bangun sambil mengosok-gosok matanya. Dia terkejut ada aku
di sebelahnya.
“Terima kasih Lan, Aku belum membasuh lagi ,”balasnya.
“Udahler cepat bangun. Nanti terlewat..” kataku.Dia duduk sebentar lalu bangun
dan mengambil cuciannya. Direndam, lalu dia mencuci beras. Aku menemaninya
sambil memotong-motong pisang, dan ubi. Setelah itu dia masak dan keluar lagi
untuk mencuci baju. Aku membuat andaian. Aku agak heran mengapa dia jadi
pendiam . Setelah aku selesai, aku langsung mandi dan bersiap untuk
kesekolah. Dalam perjalanan kesekolah dia cerita.”Lan, waktu aku tidur tadi aku
mimpi aneh.
“”Mimpi apa?” tanyaku.” Aku mimpi aku sedang seperti Mak Piah.” Aku terkejut
sekali. Apa karena kuraba-rabanya.
“Kamu buat begitu dengan siapa?” tanyaku.
“Dengan Lan ler,” sahutnya.
“Aaahhh.. kamu siang-siang takan mimpi. Itu namanya mimpi di siang hari,
“kataku.”Dahlah jangan difikirkan sangat nanti di sekolah kamu akan ketinggalan
,”sambungku lagi.
Malam itu aku belajar seperti biasa. Dengan seluar dalam dan kain pelikat.
Sekarang Mazni datang dengan persoalan fizik-nya. Masalah gelombang
elektromagnetik. Seperti biasa kujelaskan panjang lebar. Akhirnya dia mengerti.
Saat dia sedang mengerjakan tugas, kuperhatikan seluruh tubuhnya. Dia duduk
di sebelahku. Takan dia tidak memakai Baju dalam lagi? Apa masih basah?
Sambil dia mengerjakan home worknya, kutanya dia,
“Maz, Baju dalam kamu masih basah ya. Kenapa tak pakai? “tanyaku.” Laaa..
Lan naper perhati Mazzz..” Aku diam saja. Bingung mau cakap apa. Hening
karena masing-masing membuat home work. Setelah selesai semua, Mazni
membuka pembicaraan.
“Lannnn.. Mazz sengaja tak pakai baju dalam karena Maz teringin Lan pegang
susu Maz seperti kelmarin. Sungguh enak…. Lan.. Lan mau khaannn.. “kata
Mazni. “Lan kan sayang maz ,” sambungnya.
Penisku mengeras dengan perlahan-lahan mendengar permintaan Mazni
.”Eeee.. mmm cam mana yaa..” jawabku bingung dan senang.
“Oke lahhh Lan mau. Tapi Lan mau tutup pintu dulu . Takut ada yang nampak..”
Setelah menutup pintu, aku berkata,
“Sekarang Maz duduk dekat Lan..” Dia menggeser duduknya, kurengkuh
pundaknya, dia menatapku. Kukatakan, “Lan sayang sama Mazni..” Lalu dengan
penuh perasaan kucium pipi, kening, mata, hidung akhirnya bibirnya. Dia hanya
diam saja. Seperti biasa kami hanya berciuman bibir. Tangan kananku
memeluknya, tangan kiriku ke dadanya. Kuramas perlahan-lahan kiri dan kanan
bergantian.
“Aaacchhh.. Enak sungguh Lannnn.. aaaccchh..” desahnya. Saat dia mendesah,
tanpa sengaja lidahnya bertemu dengan lidahku. Aku memainkan lidahnya
dengan lidahku. Dan dia sepertinya mengerti dan membalas. Lidah kami saling
membelit. Senjataku sekarang sudah keras sekali. Agak sakit karena posisinya
miring. Aku biarkan. Terbayang semua adegan Mak Piah. Kuturunkan ciumanku
ke lehernya. Dia makin mendesah-desah.
“Aduuuhh.. Lannnn.. ooohh..ooohh..” ku ingin memegang susunya terus tapi
Mazni marah jangan laaaa?. Kucoba telesupkan tangan kiriku melalui celah
ketiak dasternya. Oh halusnya daging kenyal itu. Besarnya kira-kira sebesar bola
tennis. Ternyata Mazni tidak marah. Malah dadanya makin dibusungkan ke
depan. Kurasakan putingnya makin menonjol. Aku sentuh. Dia tersentak dan
mendesah,
“Ya.. ya.. Lan.. yang sebelah situ enak Lan. Teruskan Lannn.. aaacchhh..” Ku
elus putingnya, dia makin menggelinjang.Akhirnya aku tak tahan lagi. Aku cakap
,
“Maz, Lan mau cium susumu boleh khaann?” Mazni diam saja sambil
memandangku tapi jawabannya adalah dia melepaskan dasternya. Aku kaget
atas reaksi Mazni. Di hadapanku sekarang Mazni sudah telanjang dada.
Dadanya bagus sekali bentuknya. Susunya bulat. Kira-kira sebesar bola tennis.
Putingnya merah muda agak ke atas dengan putingnya yang menonjol
keluar.Aku terpana.
“Lan.. cepat lerrr. jangan tengok aja, katanya mau nyusu..” Aku tersadar dan
langsung mencium susunya. Kulumat putingnya bergantian. Kurebahkan dia di
bangku. Nafasnya semakin memburu. Susunya semakin keras.
“Ochh.. Lannn. ooohh.. aaahh.. aduuhhh.. aaahh Lannn nakalahhhh..”Tanganku
yang tadinya memeluknya, secara refleks mulai mengusap-usap pahanya. Dari
lutut sampai selangkang. Berkali-kali kulakukan hal itu. Setiap sampai di
selangkangnya, pahanya terbuka. Kusentuh vaginanya dari luar CD-nya. Dia
makin menggelinjang dan makin keras pula desahannya. Laaaa basah? Ah
paling-paling keringat. Memang saat itu badannya sudah basah dengan keringat.
“Lannn.. oohhhh.. hhaahh.. oohhahhh.. “Takut ibuku bangun, kucium mulutnya.
Kami saling melumat lagi. Lumatannya sudah seperti orang yang kesetanan.
Tangan kiriku di dadanya, dan tangan kananku di atas vaginanya. Tanganku
mulai menyelusup ke dalam CD-nya. Terasa olehku bulu-bulu halus. Makin ke
bawah kutemukan garis belahan. Kumasukkan jari tengahku ke belahan
vaginanya. Basah dan licin.
“Ooohh.. ternyata basahnya dari sini,” pikirku. Kumainkan jari tengahku.
Kutekan dan kugosok dengan pelan, makin lama makin cepat. Pantatnya
bergerak-gerak seirama dengan gosokanku. Tak lama, tiba-tiba dia menjerit dan
tersentak,
“Lannnn.. aku terkencinggggg.. aaahh..” Tanganku basah dengan cairan leket
licin. Dia langsung terlentang lemas dengan nafas yang termengah-mengah
seperti orang yang dikejar anjing.Wajah Mazni merah, berkeringat dan terlihat
amat cantik dengan senyumnya yang mengembang.Saat itu aku tidak tahu apa
itu orgasme, G-spot, atau istilah seks lainnya.
“Laannnn..Maz lemaasss.. “katanya. “Lan.. tangannya ada air Maz tuuhh..”
sambungnya lagi.Kutarik tanganku dari celana dalamnya. Aku bingung. takan air
kencingnya leket begini? kucium. Tapi tak hancing ? Aku teringat lelaki yang
bersama Mak piah. Dia saja mau menjilat punyanya Mak piah. Kucoba jilat
cairan yang ada di tanganku. Rasanya asin, manis gurih dan agak hanyir. Ini apa
ya..? Kucoba jilat lagi. Enak ler.
“Lan Pengotorrrr..air kencing Maz dijilattt..” “Maz, air kencingmu leket begini?”
tanyaku pada Mazni sambil kudekatkan tangan kananku ke wajahnya. Dia
perhatikan tanganku.
“Biasanya tak begini Lann.. biasanya seperti air. Tapi yang ini
meleket..?”gumannya dengan bingung.
“Dan waktu Maz kencing tadi, Maz rasanya seperti melayang-layang. Enaakkk
sangat. Sekarang Maz lemas,” sambungnya.Tiba-tiba dia bangkit seperti teringat
sesuatu. Pada hal tadi dia mengaku masih lemas.
“Anu lan keras tak?” tanyanya sambil tangannya masuk ke dalam kain pelikat ku.
Aku kaget karena tiba-tiba Mazni memegangnya, kutepiskan tangannya. Tapi
sepertinya dia tidak rela.
“Tadi Lan memegang anu ku, aku diam. Sekarang aku pegang anu Lan takan tak
boleh ?” rajuknya. Aku bingung. Akhirnya kudiamkan, dia pegang penisku. Aku
didorongnya supaya tidur terlentang.Dia mengangkat kainku, dia pegang dari
luar CD-ku.
“Besar sekali Lannn..”katanya.”Naper seluar dalamnya basah? Lan terkencing
ya?” sambungnya.Mungkin dia membandingkan dengan saat kita mandi
bersama dulu. Dulu memang penisku tidak tegang karena sudah terbiasa
bersama. Dielus-elus penisku. Waaahh.. rasanya penisku jadi tegang lagi setelah
agak mengendur.
“Waahh.. Lann makin besar tuuhhh.. sakit tak?” katanya sambil terus mengelus.
“Aaahh..”aku mengerang keenakan di elus seperti itu.Karena semakin tegang,
kepala penisku akhirnya terkeluar diri seluar dalamku. Kepala penisku
diusapnya. “Aaahh..”auk seperti kena setrum letrik. “Air apa ini Lan, bening, agak
licin?” tanyanya.
“Aku tak tttaaauuu..ooohh..”sahut ku keenakan. Ditariknya seluar dalamku
sehingga penis kupun berdiri tegak.
“Laaann lucu seperti tiang litrik, “katanya. Lalu penisku
digenggamnya,diremasnya.”Aaahh..” aku mendesah-desah keenakan.
Didekatkan wajahnya kepenisku, diperhatikan dengan teliti. “Laannn.. yang
coklat-coklat ini isinya apa?” katanya sambil telunjuk tangan kirinya menusuknusuk
bijiku. Tangan kanannya tetap menggenggam penisku. Lalu
digenggamnya bijiku dan diremas-remas.
“Laa.. laa.. naper isinya lari-lari.. lucuuu.. Laannn..” katanya lagi. Aku sudah
kehabisan kata-kata untuk mengimbanginya karena keenakan. Mungkin waktu
dia mengintip, dia melihat Mak Piah mengocok-ngocok penis, dia bertanya,
“Lan, kalau aku buat beginiin sakit taakkk?” katanya sambil tangannya mengurut
penisku naik turun.
“Aaahh.. Maazzz eeennnaaak saangaattt Mazzz..” kataku sambil mendesah.
“Ya..ya..gitu Mazzz..ennaakkk Mazz..””Cepatkan Lagi. laji Lagi Mazzz..”Aku
merasakan penisku seperti diurut-urut. Sakit sedikit, geli, enak rasanya jadi
satu.Tiba-tiba aku merasakan ada yang mau keluar dari dalam, lalu aku teriak,
“Cepatttt.. Maazzz.. aku.. akuuu..” Dan belum selesai aku bercakap, “Croot..
crooott.. crooottt..” tiga kali spermaku muncurat ke wajahnya. Dia kaget,
langsung mengelap wajahnya dengan sarungku.
“Lannn ..Lann…. kenapa Lann.. sakit ya..” tanyanya sambil menatap wajahku.
“Tak Mazz.Enaakkk sangat Mazzz..”kata ku sambil termengah-mengah. Lalu dia
melihat ke penisku.
“Laa ,Lan kan jadi kecil…”Tanya nya heran. “Tak tau kenapa,” sahutku.
Kemudian kurangkul dia dan kupeluk sambil kucium pipinya. Kami tiduran sambil
berangkulan.
“Terima kasih Mazz. Tadi itu enaaakkk sekali. Lan sekarang lemas.
” “Sekarang Maz pulang dulu.. sudah malam. Besok kesiangan..” Lalu kucium
pipinya, keningnya dan bibirnya. Dia bangkit dan memakai dasternya. Lalu
mencium pipiku dan pulang.
“bye..bye Lan…. Maz pulang dulu yaa. Terima kasih Lannn..”Aku bangun
memakai celana dalamku yang tadi ditanggalkan oleh Mazni dan tidur karena
kelelahan.
bersambung…
Kisah Cinta 2
Seperti biasa,setelah aku pulang dari pasar, kucari Mazni.”Kemana lagi budak
ni.. pasti tidur lagi,”pikirku. Aku masuk ke dalam rumahnya. Benar, dia lagi tidur
memakai selimut.”Mengapa budak ni siang-siang tidur berselimut? Sakit ker?”
kata batinku. “Jendelanya juga ditutup? “Kupegang keningnya, “Tak panas pun..
kuperhatikan tubuhnya. Laaa putingnya kelihatan menonjol? Dia selimut dengan
kain jarang tipis. Jadi aku tahu kalau putingnya menonjol. Aku sibakkan
selimutnya pelan-pelan. “Laa.. tak pakai baju..?” batinku. Kutarik selimutnya
semua. Melihat tubuh indah terpampang di hadapanku, penisku mulai berkedut.
“Naper tangan kanannya ada di dalam seluar dalamnya? Habis mengapa dia?”
batinku. Melihat dadanya, penisku mulai tegang, kudekatkan wajahku, kucium
pipinya, hidungnya, matanya. Eh.. dia menggeliat bangun. Mungkin kena
angin.Jadi terasa dingin. Dia kaget melihatku. Langsung menarik selimutnya
untuk menutupi tubuhnya.
“Eh..Lann.buat apa tu ,” katanya.”Tadi kamu aku panggil-panggil tapi tak jawab,
lalu aku masuk. Aku terkejut lihat kamu tidur telanjang, selimutnya bersepah. Lan
mau betulkan selimut kamu,” kataku membela diri.
“Jadi Lan sudah melihat aku tidur dari tadi?””Lhaaa.. habis kamu tidur tak pakai
baju. Salah kamu kan.
“”Laaa.. Lan sengaja masuk ke rumah orang tanpa kebenaran..”
“Yaa.. sudah Lan balik. Bangun pergi mencuci dan masak.” kataku sambil
meninggalkannya.”Yee.. gitu aja Llan marah. Sini dulu Lannnnn..” katanya manja
sambil menarik tanganku agar duduk didepannya.”Lannnn aku teringin seperti
semalam ” katanya sambil menatapku. “Takan siang-siang begini. Nanti malam
ok.” “Tak..nak sekarang.. “rengeknya. Tau-tau dia merangkulku dan mencium
bibirku. Aku tidak bisa menolaknya, kubales, kumainkan lidahku di mulutnya. Dia
membalas. Nafasnya mulai tersengal-sengal. Selimutnya kusingkirkan, kuremasremas
susunya. Ciumanku mulai turun ke lehernya, turun lagi ke pundaknya, lalu
mulutku melumat puting kanannya. Kepalanya menengadah sambil mendesisdesis.
Persis seperti Mak Piah Oohhh….. Lan ..enak Lannnnn..” Lalu kurebahkan
dia kedepan. Tangannya mulai masuk ke dalam seluar dalam ku dan memegang
penisku di dalam seluar. Mungkin karena kurang leluasa, Mazni mulai
menurunkan seluar pendekku dengan CD-nya sekalian. Aku bantu dengan
mengangkat pantatku. Tanganku pun mulai menurunkan celana dalamnya.
Akhirnya dia bugil di depanku. “Lannn curaaang.. naper seluar nyer tak di buang
” “Laaa..jangan lerr.” Lalu dia melepas kaosku. Kami lalu berguling-guling di
depan sempit tersebut, kutindih badannya. Mulut kami saling mengunci tidak bisa
berkata apa-apa. Tangannya memegang penisku. Agak sakit. Kuraba seluruh
badannya termasuk paha, punggung, perut. Setiap kuraba vaginanya, pahanya
selalu direnggangkan. Aku lalu teringat Mak Piah. Dulu lelaki menjilati kelamin
Mak Piah. “Kucoba ke Mazni aahhh..” batinku. Lalu ciuman kuturunkan ke
lehernya, kedua susunya. Jari tengah tangan kananku masuk ke belahan
vaginanya. Sudah basah. “Aaahh.. ooohh.. sshhh.. ssshh..” dia mendesah agak
keras, kudiamkan karena aku yakin saat sekarang di sekeliling rumah sewaku
pasti sepi.Lalu ciumanku turun ke perutnya. Kujilat-jilat pusatnya. Dia makin
menggelinjang. Ciumanku terus turun sampai akhirnya wajahku tepat di depan
vaginanya. Aku tak peduli gimana rasanya, kucium vaginanya. Baunya segar
sekali. Mazni kaget sekali saat kucium kewanitaannya. Dia bangun dan melihat
saja. “Lan.. Pengotor . Maz punya anu pun dicium..” desahnya tapi tidak tampak
adanya penolakan. Saat kumasukkan lidahku, Mazni mendesah, “Aaahh..
Lannn.. tempik Mazni buat apa tuuuu .. aaahh Lannn .. jangan.. adduuuhh..” Aku
terus saja menjilat benjolan kecil di dalam kemaluan Mazni. Sementara Mazni
menggelinjang tidak karuan. Kira-kira lima menit, tiba-tiba Mazni menekan
kepalaku dan mengangkat pantatnya sehingga aku agak sulit bernafas.
“Laaannn.. Mazz mau kencinggg..” Menyemburlah cairan hangat seperti tadi
malam. Karena aku sudah tahu rasanya, kujilat semuanya sampai habis. Uh,
enak sekali rasanya.Manis, asin, gurih jadi satu. Aku naik ke atas dan
memeluknya sambil tidur.
“Lann.. Maz Letih..” sambil wajahnya ditaruh di dadaku. “Lan tak jijik ker jilat anu
Maz?” tanyanya.
“Lan kan sayang Maz. Jadi Lan tak akan jijik.” sahutku sekenanya.
“Terus, kencing maz juga dijilat? Enak ker ? ”
“Enak lerrr .” Hening sejenak.”Lan, ” Lan nak Maz buat cam ner ,” katanya sambil
memegang penisku. “Terserah Maz,”kataku.”Mazni kocok seperti semalam
yaach.”Lalu dia jongkok, mengocok-ngocok penisku yang tegang. Aku mendesah
keenakan. “Aaahh.. Ooohh… sshhh..”Penisku makin tegang rasanya. Tiba-tiba
penisku terasa geli, basah dan hangat? kutengok ke bawah. Ternyata Mazni
sedang menjilat-jilat kepala penisku. Aku tidak tahu belajar darimana dia, yang
penting yang kurasakan saat itu nikmat sekali. Mimpi dipegang kemaluanku oleh
perempuan saja aku tak pernah. Apalagi sekarang dijilat. “Aduuuhh Mazzzz.. aku
kamu buat tu.. aaahh..” Saat sedang enak-enak mengerang, tiba-tiba terasa
hangatnya tidak di kepalanya saja. Kulihat ke bawah, “Astaga..!” Penisku diemut.
Belum berfikir yang lain, tiba-tiba ada rasa aneh di penisku, ternyata selain
diemut, Mazni pun menghisapnya. Tak tahan akan gelinya, aku semakin
mengerang. “Mazzz.. kamu buat apa niiiii.. Mazzz.. kamu Jijik..” Tak berapa lama
aku terasa nak terkencing. “Mazzzz.. sudaaahh.. Lannn mau kencing..” Karena
tidak tahan dan Mazni tidak melepaskannya, akhirnya, “Croottt.. croottt.. croottt..”
Empat atau lima kali penisku menembakkan cairannya di mulut Mazni. Mazni
Terkejut sekali. Sebagian ada yang tertelan dan sebagian lagi meleleh keluar dari
bibirnya. “Lan jahat.. naper kencing di mulut Maz..” katanya sambil berdiri dan
mengelap mulutnya dengan kain. Lalu dia minum air putih. “Maz juga kan.. lan
bilang sudah.. sudah, tapi Maz tak mau lepas,” balasku. “Sudah sini tidur. Lan
Keletihan ,” sambungku. Sambil tidur ,kucium pipinya.”Mazni mau hisap anu
Lan? Apa tak jijik.,”pancingku.”Laaa, kata Lan kalau sayang kan tak jijik.” “Tadi
kencing Lan cammana rasanya?Enaakk?””Enak Lan. Kayak santan tapi agak
masin.” “Mazni belajar dari mana?””Waktu Mazni ngintip, Mazni lihat Mak Piah
hisap anunya pak Cik tu. Nampak Pak Cik tu keenakan. Terus Maz mau Lan juga
keenakan. Ya Maz tiru Mak Piah.” “Lan, Maz malu mau cerita sama Mas.” “Cerita
saja . dengan Lan buat per nak malu .””Maz juga sering membaca . Maz dapat
sewaktu beli surat khabar untuk bungkus. Ada dua Lan. Yang satu Eni Arrow,
yang satu Nick Carter.” “Sewaktu Maz baca, badan Maz merinding semua. Terus
susu sama anu Maz jadi gatal.”Ooohh patut dia cepat belajar. Dari situ ler
sumbernya. Ditambah live show. Selama berbaring, dadanya menghimpit
dadaku. Terasa hangat dan kenyal. Lama-lama penisku keras lagi. Kucium pipi
dan bibirnya lagi. Dia pun menyambutnya dengan mesra. Kami berciuman,
bergulingan. Tanganku pun mulai bergerilya lagi. Ke susunya, punggungnya,
lehernya, selangkangannya. Akhirnya tangan kananku berhenti di daging lunak di
selangkangannya. Aku mulai mengusap-usap klitorisnya. Dia makin mendesahdesah
tak karuan. “Aaahh.. Laaann.. Maz sayang Lan.. shhh.. aaahh.. enak
Lannn.. teruuuss Lannnn..” Sementara tangannya mulai meremas-remas
punyaku. Penisku sudahpadapuncaknyasekarang.TibatibaTitinmelepaskanpelukannya.
“Lannn.. Maz mau seperti Mak Piah.. Lan mau kaaann..” katanya sambil
menatap mataku. Ada permintaan tulus di sana, ada gelora di sana, ada sesuatu
yang aneh di sana.
“Tapi Lan takuutt..Nanti gimana? Kita kan belum pernah..
“”Tapi Maz mau Lann..” katanya lagi.Lalu penisku diusap-usapkan ke mulut
vaginanya yang sudah basah.
“Aaahh..sshhh..”dia mendesah. Mendengar desahannya, aku mulai bertindak.
Kukangkangkan pahanya, terlihatlah vaginanya yang tembem dengan rambut
halus dan jarang, bagian dalamnya yang merah muda dan ada tonjolan daging
sebesar kacang hijau. Vaginanya ternyata sudah basah sekali.Merah berkilatkilat.
Kusentuh kacang hijau itu.
“Aaccchh..Lann..ssshh.
“Oh, jadi ini lah yang membuat dia menggelinjang tu.Kusentuh lagi.
“Aaccchh.. Lannn.. ssshh.. buat apa tuuuu siiicchh Lann..nakal sangat nihhh..”
desahnya.Kudekatkan wajahku supaya bisa melihat lebih jelas. Bentuknya lucu
sekali. Aku coba menjilatnya.
“Aaacchh.. Lannn..” “Lann.. cepattttt.” katanya tak sabar. Kuarahkan kepala
penisku ke mulut vaginanya, kutekan sedikit.
“Aaahh..” ada rasa hangat di kepala penisku. Kutekan sedikit. Kok mentok?
Kutekan lagi. Mentok lagi.
“Maz, lubangnya yang mana?” tanyaku.
“Agak ke bawah sedikit Lann, di bawah yang Lan pegang tadi.” Kuperhatikan
dengan saksama. Oh, itu lubangnya. Naper kecil sangat? Apa punyaku boleh
masuk? Kuarahkan penisku ke sana, kutekan. melesat. Coba lagi. Meleset lagi.
“Mazz.. tolong lerrrr..” Maz memegang penisku lalu mengarahkannya.
“Tekan Lan.. ya.. ya.. di situ tekan Lan.” Kutekan pelan-pelan. meleset? Tekan
lagi meleset lagi. Camana caranya? Kupegang erat-erat penisku lalu tekan agak
keras. Dan..
“Aaa.. Lannn sakiiitt. Pelan-pelan lerrr sikit..” Terasa kepala penisku terjepit
sesuatu yang hangat.
“Tahan Maz.. tahan..” Dia meringis sepertinya menahan sesuatu.
” tekan lagi Lann.. pelan-pelan Lannn.. aaahh..” Kutekan perlahan-lahan dengan
kekuatan penuh.
“Aaahh..” Kepala penisku terasa ngilu. Hangat. Kulihat sudah separuhnya
tertancap, Mazni meringis, kutahan sebentar. Setelah Mazni terlihat tenang,
dengan tiba-tiba kutekan penisku sekuat tenaga,
“Blesss.. bret..”
“Aaawww.. sakiittt Lannn.. tahan Lann.. diam dulu Lannn..” Mazni berteriak. Lalu
kutahan. Ujung penisku seperti menyentuh sesuatu yang hangat. Aduh, rasanya
seluruh penisku seperti terjepit oleh sesuatu yang hangat dan berkedut-kedut.
Rasanya ngilu, sakit, enak, semuanya jadi satu.
“Mazzzz.. tahan sedikit ya..” kataku. Lalu aku menarik pantatku dan menekannya
secara perlahan-lahan. Berulang kali. Kulihat Mazni meringis-ringis. Begitu juga
aku ikut meringis. Tapi kami sama-sama tidak mau berhenti.Setelah mungkin ada
sekitar 15 kali naik turun, vagina Mazni mulai agak licin. Dan Mazni pun mulai
tidak meringis lagi.
“Ayoo.. Lannn.. ayoo Lann.. enak.. aaduuuhh enaaakkk Lannn.. aaacchh..
ssshh..” Aku pun merasa sudah tak begitu ngilu lagi.
“Ayooo Lann.. yang cepat Lan.. yang dalam Lannn.. Sshhh.. aaacch..”
Mendengar desahan itu aku makin cepat memompa penisku naik turun. Makin
cepat, secepat aku bisa. Mazni kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
Tangannya memegang sisi katil. Susunya bergoyang-goyang. Badannya basah
oleh keringat begitu juga rambutnya. Pantatnya yang tadi diam, sekarang mulai
bergoyang. Naik, turun, kiri dan kanan. Tak lama aku merasa penisku semakin
geli yang tak tertahan, dan terasa ada sesuatu yang mau keluar. Tapi aku
merasakan tak ingin berhenti memompa. Tiba-tiba Mazni merangkulku dengan
keras, menggigit pundakku.
“Aaahh.. Aaauuw.. Aku kencing.. Lannn..” Aku yang juga merasa mau kencing,
kutekan sekuat tenaga penisku sampai mentok dan kutahan. “Samaaa.. Lannnn
juga Kkencing.. aaacchh..” dan, “Crooott.. crooott.. crooottt..” Empat kali penisku
menyembur ke vagina Mazni. Aku tergolek lemas di atas tubuh Mazni. Tubuh
kami sama-sama banjir oleh keringat. Kami diam beberapa saat. Penisku sudah
lemas tapi masih tertancap di vaginanya. Setelah mengatur nafas masingmasing,
Mazni berbisik,
“Terima kasih banyak Lann.. bukan main.. Lannn.. enak sungguh ya Lannn..”
“Eee.. Mazzz.. jangan gerak dulu. Masih sakittt..” desahku. Karena tak tahan
kucabut punyaku, dan aku tergolek di sebelahnya. “Pantas saja Mak Piah sering
begini. Tak taunya enak banget.” desahku setelah bisa mengendalikan diri. Tibatiba
kami sadar bahwa ada tugas yang harus kukerjakan. Aku langsung bangun.
Dan kulihat ada bercak-bercak kemerahan di tilam Mazni dekat
selangkangannya.
“Mazzzz.. punya kamu berdarah ya.. masih sakit..?”
“Sedikit Mas.. Ngilunya yang belum hilang.”
“Udaahh bangun saja. Nanti siapa tahu hilang sendiri.” kataku. Lalu kubantu dia
bangun, mengelap tilam dengan kain basah sambil melirik jam dinding. 2 jam
lebih aku bergelut dengan Mazni. Setelah dia berpakaian, kubantu dia
merendam cucian sementara dia mencuci beras. Dia mencuci baju, aku
memotong-motong ubi . Karena sudah hampir terlambat, kami mandi berdua. Di
dalam kamar mandi itu kami saling ciuman lagi, saling meremas lagi.
Sesampainya di warung, ibuku bertanya,
“Mazni Kenapa, jalannya agak pincang?”
“Terpeleset waktu cuci baju mak..” aku yang yang menyahut. Memang Mazni
jalannya agak sedikit pincang. Siang itu kami sekolah bergandengan tangan
seakan tak mau dipisahkan.

Processing your request, Please wait....
  • 0 - very bad experience 10 - very great experience